Jumat, 25 November 2016

Mutiara Kebersamaan


Sahabat, kehidupan ini tak lain adalah hamparan samudera luas
Kita renangi dan kita selami kedalamannya
Untuk mencari tiram di dasarnya, dan kita petik mutiaranya
Bahwa selalu ada yang bermakna pada setiap kehadiran dan pertemuan

Dengan bahtera tulus kebersamaan kita berlayar
Untuk saling menjaga dan saling percaya
Dan saat ini.. Saat dimana kita harus lalui waktu
Waktu dimana kita harus mulai maju
Maju untuk sesuatu harapan baru

Mungkin saat ini kita akan berpisah
Namun semua itu hanyalah sementara
Karena aku akan kembali dan harus kembali
Bukan untuk sekedar mengenang dan melihat
Puing-puing masa lalu bersama mu
Namun karena di sini lah tanah kelahiranku
Dimana ada engkau dan orang-orang terdekatku

Perjalanan

Perjalanan


Sahabat..
Kita pernah menapaki jalan terjal
Bahkan jika harus tersandung dan jatuh
Kita pernah menyingkirkan duri-duri yang merintangi
Semua itu telah kita lalui bersama

Jalan hidup kita mungkin berbeda
Namun engkau tetaplah sahabat terbaik ku
Dan sekarang perpisahan jua lah yang akan memisahkan

Hanya do’a dan peluk hangatku untukmu
Yang bisa aku berikan mungkin untuk yang terakhir
Tapi.. Percayalah..
Semoga Allah mempertemukan kita
Untuk esok yang lebih bahagia

Aku akan terus merindukanmu
Masihkah kau ingat saat kita menanam pohon bersama
Di pelataran rumahku..
Saat-saat itulah aku benar-benar menemukanmu
Bahwa kaulah separuh dari masa kecilku

Hanya lewat puisi ini aku bisa ucapkan terima kasih
Terima kasih untuk semua kebaikan dan ketulusanmu
Aku akan selalu mengingatnya meski waktu akan berbeda
Semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya

Rabu, 23 November 2016

TENTANG RASAKU

Aksaraku tak pernah terbaca
Kau selalu mengacuhkannya
Berpaling muka
Tega

Goresan penaku bagimu biasa
Tak ada artinya
Sebatas tinta
Sia-sia

Kini jiwa terasa lelah
Mengikutimu tanpa arah
Ego semata
Landasannya

Ingin rasanya aku merebah
Menghentikan segala langkah
Membuang resah
Gelisah

Tapi aku tak mampu
Bayangmu merajai kalbu
Cintaku padamu 
Menggebu

Andai aku boleh meminta
Kan kupinta padamu
Ajari aku
Melupakanmu

SEBERKAS HARAPAN

Ku rangkai lagi serpihan masa lalu
Yang tak perna usang di telan waktu
Di setiap langkah ku kenangan mu mengusik ku
Waktu ku tersita mengenang dirimu

Ketika seyuman mu tak bisa ku lihat lagi
Seketika tutur manja dan canda tawa ikut pergi
Tak bisa ku pungkiri harus ku akui
Cinta ini lebih besar dari pada benci

Dan ketika ku terjaga di ujung malam
Ada syair dalam seberkas harapan
Di ujung malam ku bertadah tangan
Mohon cahaya petunjuk jalan

Hati yang berjanji mengabdi pada satu hati
Bertahan dalam segala debu yang menyelimuti
Dan satu yang tak bisa ku mengerti
Sampai kapan dunia mencumbui


RINDU TAK BERTUAN  

Hembusan angin pagi menelusup dalam kehampaan 
Membawa rindu jiwa yang berkobaran 
Ingin kucurah segala perasaan 
Agar perih hati tak semakin dalam 

Bayangmu tak pernah hilang 
Walau kini kau menghilang 
Rindu merasuki tiap relung hatiku 
Membuatku terus melamunmu 

Raut wajahmu menghantui pikiran 
Kau datang menggodaku dalam kesunyian 
Jadikan rindu ini makin berkobar 
Sedang dirimu tak ada kabar 

Kuberjalan pada kegelapan 
Tersiksa batin tersiksa 
Merana jiwa merana 
Menahan rindu tak bertuan

SAJAK HATI ANA 

Harum lambaian sedap malam
Merentang detik-detik waktu
Jiwa meramu
Gamang

Melambung menukik tebas awan
Jelajahi zona diri
Menanti pasti
Hakiki

Tercurah goresan sayatan lirih
Lepas bongkah menghimpit
Dera gurat
Nelangsa

Adakah Arsy-Nya kan berguncang
Saujana sabda cinta
Malaikat penopang
Tegarlah!
RINDU TAK TERJAWAB

Bias rona jingga kian memerah
Pada hamparan bumi di ujung barat
Desir sang bayu lembut menyapa
Ingin kusampaikan segenggam rasa

Namun; tersambutkah padanya?
Rindu yang kian membuncah
Hingga hati berjelaga
Berharap seraut wajah hadir di pelupuk netra

Semua hanyalah ilusi
Datang pada sebuah mimpi
Yang selalu mengukir luka di hati
Mampukah aku tuk mengakhiri?
RINDU YANG TERLUKA

Bias rona cahaya pagi
Tak mampu menghangatkan hati
Ketika kesendirian menyelimuti diri
Hanya berteman sunyi yang kian sepi

Di antara ilalang yang menguning
Dan mulai mengering
'Ku terpuruk sendiri tak bergeming
Hanya berteman dengan bulirbulir bening

Kini dirimu hanyalah ilusi
Yang kerap hadir dalam mimpi
Mencipta rindu dalam hati
Namun hanya untuk melukai
RINDU YANG BERTAHTA

Rindu yang bertahta dalam hati dan jiwa
Kian merajam nan membuncah
Nirwanapun makin berjelaga
Hingga kasturi tak lagi terasa

Ketika kau goreskan aksara yang menyayat sukma
Tanpa sadar bulir bening mengalir di ujung netra
Kau yang selalu diam dalam kebisuan kekata
Menyiratkan duka hingga mengulum nestapa

Entah; apa yang menjadi rahasia?
Kau asingkan aku dalam lara
Berteman sunyi dan sepi ketika malam meraba
Desir sang bayupun tak mampu aku rasa

Kini kau makin jauh tak terjamah
Bayangan dirimupun perlahan-lahan sirna
Terkikis waktu yang terus berjalan tanpa jeda
Dan aku hanya mampu mengenang semua yang ada
DINDING KEBISUAN

Kelelahan ini telah menjajah jiwa
Keletihanpun merajam sukma
Langkah mulai tak terarah
Ketika rasa tak mampu lagi tuk ucap kekata

Bias rona bahagia perlahan sirna
Senyum tak lagi tampak pada wajah
Terselimuti duka mengulum nestapa
Yang kian menganga dalam lara

Hamparan mega yang kian kelam
Menutup cahaya sang rembulan
Hingga gelap makin berjelaga
Kesunyian pun meraja

Keindahan nirwana telah porak poranda
Kesejukkan kasturi tertelan api yang membara
Kini yang ada hanyalah kebisuan di antara kita
Berdinding keegoan tanpa memiliki jeda

Akankah semua itu berlalu tuk kembali bahagia?
Hingga tiada lagi ruang pemisah
Ah ... itu hanyalah ilusi belaka
Yang takkan pernah mampu kujamah

Bukan Hanya Tentang Rasa
Oleh Rezky HidayantiBiarkanku disini dalam sendiriku
Meski asing terdengar ditelingamu
Tidak kutampik rasa dihati
Namun harap lekas kau mengerti
Bukan tak ingin kujelaskan dengan kata
Bukan pula karena hatiku mati rasa
Hanya takku setuju pada pujangga
Yang mahir merangkai kata cinta
Namun keliru dalam berekspresi
Belum kupatahkan hati satupun
Meski terdengar pecundang dikalanganku masa kini
Menertawakan seperti jalankulah yang salah
Tetap tak kubiarkan pandanganku karenanya
Sungguh masalah hati bukanlah sepele
Bukan hanya tentang rasa gebu dalam sesaat,
Ada Pemilik di atas pemilik
Yang kapan saja bisa balikkan hati
Maka takku bersedia ada ikatan yang terang mengundang murka-Nya
Sedari dulu hasil takkan berkhianat
Pada lembutnya, pada teguhnya pendirian
Karena wanita penuh tuntut pada dirinya
Untuk paham dalam menerima,,
sungguh kelak akan tiba waktunya yang datang tanpa basa basi,
Siapa dia?? Dia adalah yang datang dengan seriusnya menawarkan pahala dalam ijab kabul, in syaa Allah, Aamiin..
MIMPIKU MENGEJAR MATAHARI
Oleh Topan Segara
Siapakah gerangan dirimu kelak, pengantiku ?
Betapa ikhlasnya rupa cantikmu menyanjungku yang dirundung pilu.
Terima kasih telah menggantikannya.
Cinta lamaku yang terlukis buram.
Aku tak perduli.
Bagiku kau cantik di hatiku bukan di mataku. Malam pengantin itu.
Kelak ingin aku ciptakan gubuk rumahku.
Layaknya hamparan taman surga.
Diantaranya burung2 berdendang.
Kupu-kupu menari, dan dawai nan mendayu.
Aku ciptakan.
Dari tangan kotorku yang terus berdoa tanpa henti.
Dari kain2 lusuh yang aku katakan bahwa itu adalah sutera.
Kau tersenyum, lalu berbisik “”bimbing aku menuju ridhamu dan ridhaNya””.
Siapakah gerangan dirimu kelak, pengantinku ?